Pasal 6
(1) Selain harus memenuhi kriteria teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), Produk Industri Kehutanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) hanya dapat diekspor setelah dilakukan Verifikasi atau Penelusuran Teknis sebelum muat barang.
(2) Pelaksanaan Verifikasi atau Penelusuran Teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Surveyor yang ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 7
(1) Untuk dapat ditetapkan sebagai pelaksana Verifikasi atau Penelusuran Teknis Produk Industri Kehutanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2), Surveyor hams memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. memiliki NIB;
b. memiliki Surat Izin Usaha Jasa Survey;
c. telah mendapatkan akreditasi sebagai Lembaga Inspeksi dari Komite Akreditasi Nasional sesuai dengan ruang lingkup yang relevan;
d. berpengalaman sebagai Surveyor atas Produk Industri Kehutanan paling sedikit 5 (lima) tahun;
e. memiliki kantor cabang/perwakilan di wilayah Indonesia;
f. mempunyai rekam jejak (track record) yang baik dalam hal pengelolaan kegiatan Verifikasi atau Penelusuran Teknis di bidang Produk Industri Kehutanan;
g. memiliki sistem teknologi informasi yang khusus diimplementasikan sesuai dengan ruang lingkup penugasan dan terhubung dengan portal Indonesia National Single Window (INSW) secara elektronik melalui http://inatrade.kemendag.go.id; dan
h. memiliki pejabat penandatangan Laporan Surveyor.
(2) Untuk dapat ditetapkan sebagai pelaksana Verifikasi atau Penelusuran Teknis Produk Industri Kehutanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2), Surveyor hams mengajukan permohonan tertulis kepada Menteri dengan melampirkan:
a. fotokopi NIB;
b. fotokopi Surat Ijin Usaha Jasa Survey;
c. fotokopi sertifikat akreditasi sebagai lembaga inspeksi oleh Komite Akreditas Nasional sesuai dengan ruang lingkup yang relevan;
d. surat pernyataan yang memuat pengalaman sebagai Surveyor di bidang Verifikasi atau Penelusuran Teknis Produk Industri Kehutanan; e. surat keterangan mengenai wilayah kerja perusahaan, paling sedikit memuat alamat kantor pusat dan kantor cabang/perwakilan; f. surat pernyataan bermeterai yang memuat rekam jejak (track record) yang baik di bidang pengelolaan Verifikasi atau Penelusuran Teknis Produk Industri Kehutanan;
g. surat keterangan memiliki sistem teknologi informasi yang yang khusus diimplementasikan sesuai dengan ruang lingkup penugasan dan terhubung dengan portal Indonesia National Single Window (INSW) secara elektronik melalui http://inatrade.kemendag.go.id; dan
h. daftar nama pejabat penandatangan Laporan Surveyor, contoh tanda tangan dan contoh cap perusahaan.
Pasal 8
(1) Untuk dapat dilakukan Verifikasi atau Penelusuran Teknis, perusahaan industri kehutanan dan/atau perusahaan perdagangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 hams mengajukan permohonan Verifikasi atau Penelusuran Teknis kepada Surveyor.
(2) Verifikasi atau Penelusuran Teknis oleh Surveyor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. kegiatan verifikasi administratif terhadap:
1. NIB;
2. Tanda Daftar Industri atau Izin Usaha Industri, bagi perusahaan industri kehutanan; dan
3. Surat Izin Usaha Perdagangan, bagi perusahaan perdagangan di bidang ekspor Produk Industri Kehutanan.
b. kegiatan verifikasi fisik terhadap:
1. jumlah, jenis, merek dan nomor kemasan;
2. jumlah barang;
3. jenis Kayu;
4. pemenuhan kriteria teknis;
5. pemeriksaan kesesuaian antara uraian barang dengan Pos Tarif/HS berdasarkan ketentuan klasifikasi barang;
6. pengawasan pemuatan ke dalam peti kemas, jika pengapalannya menggunakan peti kemas; dan
7. pemasangan segel pada peti kemas apabila seluruh barang dalam peti kemas diperiksa oleh Surveyor.
Pasal 9
(1) Hasil Verifikasi atau Penelusuran Teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) dituangkan dalam bentuk Laporan Surveyor untuk digunakan sebagai dokumen pelengkap pabean yang diwajibkan untuk penyampaian pemberitahuan pabean ekspor kepada kantor pabean.
(2) Laporan Surveyor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memuat pernyataan kebenaran atas hasil Verifikasi atau Penelusuran Teknis dan menjadi tanggung jawab penuh Surveyor.
Pasal 10
(1) Atas pelaksanaan Verifikasi atau Penelusuran Teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2), Surveyor memungut biaya atas jasa yang besarannya ditentukan dengan memperhatikan asas manfaat.
(2) Biaya yang dikeluarkan atas pelaksanaan Verifikasi atau Penelusuran Teknis sebagaimana dimaksud ayat (1) dibebankan kepada perusahaan industri kehutanan dan/atau perusahaan perdagangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.
(3) Dalam hal perusahaan industri kehutanan dan/atau perusahaan perdagangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk kategori industri kecil yang memiliki Tanda Daftar Industri atau Izin Usaha Industri kecil, biaya yang timbul atas kegiatan Verifikasi atau Penelusuran Teknis dibebankan kepada Pemerintah sesuai dengan ketersediaan anggaran pada tahun bed alan .
(4) Industri kecil yang memiliki Tanda Daftar Industri atau Izin Usaha Industri kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat memperoleh fasilitasi biaya Verifikasi atau Penelusuran Teknis dari Pemerintah.
(5) Industri kecil yang memiliki Tanda Daftar Industri atau Izin Usaha Industri kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. memperkerjakan paling banyak 19 (sembilan belas) orang tenaga kerja; dan
b. memiliki nilai investasi kurang dari Rp.1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.
Sumber:
PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 15 TAHUN 2020
TENTANG
KETENTUAN EKSPOR PRODUK INDUSTRI KEHUTANAN